Monday, June 12, 2006

Lelaki Itu Menderita Leukimia

Suatu malam di café kecil pinggir kota …

Kok kamu pucet amat sih”
“Kecapean kali ya. Kerjaan akhir-akhir ini berat banget”
“Cuti aja lah. Istirahat. Kayanya kamu sakit. Aku temenin deh.”
“Aku nggak apa-apa. Nggak usah khawatir. Besok kan minggu, aku mau tidur seharian deh. Janji deh.”
“Nah gitu dong senyum, dari tadi sedih liat kamu pucet tanpa senyum”
“Kamu tau nggak kenapa aku sayang bener sama kamu? “
“Tau lah. Aku kan cewek tercantik se kabupaten”
“Hahaha. Bener juga yah. Satu hal, kamu baik banget sama aku. Aku nggak bisa ungkain dengan kata-kata”
“Doooo bahasa kamu kaya bahasa sinetron banget sih”
“Aku nggak tau jadi apa hidupku tanpa kamu”
“Ah kamuuuu …”


Telpon di tengah malam ….

“Hallooo .. maaf ganggu kamu. Aku cuma pingin ngobrol sama kamu”
“Eh suara kamu kok aneh. Kamu sesek nafas ya?”
“Enggak. Cuma agak demam sedikit. Aku ganggu kamu nggak?”
“Kamu kok nanyanya gitu sih? Aku nggak pernah merasa terganggu tuh. Lagipula besok kan libur. Kamu mau ngobrol apa?”
“Apa aja deh. Ngomong sama kamu kan nggak bakalan ada habisnya
“Duh tapi kamu batuk-batuk gitu. Mendingan kamu tidur aja ya”
“Nggak. Aku nggak bisa tidur. Kamu ngomong apa aja deh”
“Uhmm soal apa yaaa …. “
“Kamu denger lagu yang aku puter ini nggak?”
“He’eh. Firehouse? I’ll be here for you”
“Iya. I’ll be here for you, always here for you. When you needed someone to hold you, remember I told you. I’ll be here for you. Hahaha sorry ya suaraku jelek. Aku cuma mau kamu tau. Aku akan selalu ada buat kamu. Dimanapun aku. Dimanapun kamu”
“Ahh kamu. Kaya mau pergi jauh aja sih. Kamu tau nggak? Aku seneeeeeeeeeeng banget denger kamu nyanyi. Jarang-jarang soalnya. Eh tapi kamu nggak apa-apa kan? Kayanya seseknya parah”
“Aku nggak apa-apa. Percaya deh sama aku. Ngobrol yang lain aja yaaa ….”

Percakapan yang lumayan panjang menjadi pengantar tidurnya. Kami berbicara banyak hal. Bercerita tentang banyak hal. Berbagi tentang banyak hal. Sepertinya dia takut tidak akan bisa berbicara lagi denganku …..


“Aku sakit leukemia”
“Whaaaaaaaaat? Kenapa kamu nggak bilang-bilang aku??”
“Stthhh jangan nangis dong, aku nggak mau kamu susah, sedih”
“Sudah stadium berapa?”
“Hapus dulu air mata kamu. Kalau kamu nangis aku tambah kacau. Stadium IV. Nih liat saputanganku, tadi pagi sudah mulai batuk darah lagi”
“Aku nggak tau mau ngomong apa. Aku marah sama kamu. Aku sedih banget”
“Tolong aku. Niatku baik. Aku nggak mau jadi pikiran kamu. Sekarang aku bilang supaya kamu siap-siap. Waktuku nggak lama”
“Kenapa semua mesti kaya gini? Kenapa ?”
“Aku juga bertanya hal yang sama, kenapa?. Aku masih punya banyak cita-cita. Hidup bersama kamu adalah salah satu cita-citaku”
“Aku nggak mau kehilangan kamu”
“Aku juga nggak mau ninggalin kamu”

Pelukan kami saat itu ternyata adalah merupakan pelukan terakhir ……

“Hello, bisa bicara dengan Divya”
“Ya, saya Divya, dari mana ya”
“Saya dari keluarga Ferry. Saya pamannya Ferry. Maaf Divya, semoga Divya diberi ketabahan, Ferry meninggal dunia tadi pagi jam 4”

Tanah merah basah jadi saksi bisu. Betapa hancurnya aku. Tapi Tuhan punya kehendak lain. Kelegaan di hati karena laki-laki tercinta itu tidak akan merasakan sakit lagi. Kebahagian yang tetap tinggal karena pernah bersama laki-laki yang begitu baik dan mencintai kehidupan. Semoga Tuhan memberinya tempat selalu disisiNYA.

No comments: