Tuesday, November 14, 2006

Lelaki Itu Muridku

Selepas jam kursus …

“Lho kok nggak pulang?”
“Masih ada yang belum jelas bu”
“Soal apa? Tadi waktu saya tanya kok nggak tunjuk tangan?”
“Malu bu”
“Masa belajar pake malu-malu segala”
“Apa yang belum jelas?”


Di halte bus …

“Sore bu”
“Sore, lho kamu kok masih disini? Belum dapat bus ya?”
“Iya bu”
“Oh memang jam segini bus kadang-kadang susah ya. Wah itu bus saya sudah datang. Sampai besok ya”

Percakapan telepon di suatu malam minggu ..

“Hallo. Eh kamu. Ada apa?”
“Ibu sibuk ?”
“Nggak juga. Ada yang bisa saya bantu?”
“Saya mau ketemu ibu”
“Lho kan kita udah ketemu setiap hari di kelas”
“Saya mau bicara sama ibu”
“Kenapa nggak ditempat kursus aja?”
“Saya ada di depan rumah ibu sekarang. Boleh masuk nggak bu?”
“Ehmmmm”

10 menit kemudian

“Yuk masuk. Silahkan duduk. Mau minum apa?”
“Nggak usah repot-repot bu. Ibu nggak pergi malam minggu begini. Pacar Ibu?”
“Wah saya baru aja putus dua bulan yang lalu”
“Aduh maaf bu. Saya nggak bermaksud …”
“Nggak apa-apa kok. Kamu sendiri ngapain malah terdampar di sini. Nggak ngapel?”
“Nggak punya pacar bu. Belum ada yang mau kayanya”
“Ah masa. Saya nggak percaya”


Setelah Beberapa Malam Minggu kemudian …

“Aku mau bicara sama kamu”
“Bicara aja. Serius banget. Jadi bikin grogi”
“Kita udah sering ketemu seperti ini. Sudah banyak yang aku tau dari kamu begitu juga sebaliknya”
“Trus”
“Kamu emang guruku. Aku mau nggak mau panggil kamu "ibu" karena itu. Tapi soal umur kan kita nggak beda jauh”
“Siapa bilang? Umur kita tuh bedanya 5 tahun dan aku lebih tua dari kamu. Dan 5 tahun itu banyak”
“Aku nggak perduli soal umur tuh. Aku cinta sama kamu. Aku selalu kagum sama kesabaran kamu. Aku cinta cara kamu bicara. Aku cinta apa adanya kamu”
“Aku nggak bisa terima kamu. Aku terikat aturan nggak tertulis untuk nggak terlibat hubungan pribadi dengan muridku”
“Kalo gitu aku keluar aja ya dari kursus biar nggak ngerepotin kamu”
“Nggak. Enak aja. Aku keberatan. Denger ya, kamu tuh muridku dan aku guru kamu. Dan kita akan tetap seperti itu”


Pagi itu sosok tenang itu tak kujumpa di kelasi. Juga hari-hari berikutnya ……..


“Mbak, muridku yang ini kok nggak muncul-muncul ya”
“Oh itu, sebentar aku cek dulu. Iya, dia mengundurkan diri tuh. Mau pulang ke Bandung katanya. Minta surat pengantar untuk ngelanjutin di cabang Bandung. Sorry ya, aku lupa kasih tau kamu. Lho memangnya dia nggak pamitan ya sama kamu?”
“Nggak tuh. Lupa kali. Terima kasih ya Mbak”


Beberapa minggu kemudian di suatu malam …

“Hallo. Aku sekarang di Bandung. Aku minta maaf sama kamu karena pergi nggak bilang-bilang. Terima kasih yak arena selama ini kamu sudah ajarin aku banyak hal”
“Nggak apa-apa kok. Semoga kamu berhasil ya”
“Maafin aku sekali lagi. Aku ngerasa jadi pengecut. Aku cuma nggak ingin nyusahin kamu dengan perasaanku dan egoku. Jadi aku mutusin lebih baik aku yang pergi. Mudah-mudah kamu bisa ngerti”
“Aku ngerti kok, jangan khawatir. Eh, terusin ya kursusnya sampai selesai. Kalau bisa terusin juga kuliahnya. Sayang kan putus di tengah jalan”
“Iya itu udah aku pikirin kok. Makanya aku mutusin balik ke bandung”
“I’m proud of you”
“Aku masih boleh kan sekali-sekali telpon? Aku seneng ngobrol sama kamu”
“Sure. Kamu boleh telpon aku kapan aja kok”

Di pagi yang cerah setelah beberapa tahun tak kudengar kabar beritanya, aku menerima undangan pernikahannya. Gelar Insinyur di depan namanya membuat mataku berkaca-kaca. Ternyata dia menepati janjinya ........

*hiks hiks .. penulis terharu .. penonton eh pembaca bingung .. hwaaaaaaaaaaaaaaaa*

No comments: